Sebuah video pengunjung marah ketika tidak terima harga makan Ayam Pinadar (Ayam Khas Gulai Batak) di Sidikalang, tepatnya di Sitinjo Kabupaten Dairi Sumatera Utara beredar viral di media sosial (13/1).
Video yang ditayang dengan durasi 2 menit 56 detik menceritakan bagaimana pelanggan menghadapi pemilik atau kasir rumah makan yang bertuliskan Malau di Sidikalang.
Seperti yang dituliskan pembuat video, awalnya perseteruan bermula ketika pengunjung selesai makan dan mau bayar, alangkah terkejutnya mereka ketika harga 2 ekor ayam senilai 800 ribu, sontak mereka tidak terima dan sempat bilang ini bukan hotel. Lantas si penjual malah dengan arogannya menjawab kalau gak mau jangan makan disini.
"Siap-siap aja kak diperas, nggak logika, kami nggak terima, memang sudah dimakan tapi gak kek gitu caranya," ujar pengunjung sambil mengumpulkan uang untuk membayar makanan.
Didepan meja kasir, pengunjung mempertanyakan ayam apa yang mereka makan. "Memang segitu harganya, ayam kampung, kalau gak mau makan ya sudah" kata kasir.
Pengunjung kemudian merasa kesal, pulang. "Hati-hati makan disini, ga wajar, kita makan ayam bukan makan emas," kata ibu pengunjung.
Hingga hari ini, video tersebut telah ditonton 64ribu kali dan ratusan komentar penonton akun tersebut.
Selanjutnya, ia juga memposting struk pembayaran makanan di warung tersebut dengan total tagihan sebesar Rp8025000,- cuci tangan dihargai Rp50.000.
Salah satu akun Mauli menceritakan bahwa 3 tahun yang lalu ia juga kena 1 ekor ayam kampung dibanderol 460 rb.
Komentar lainnya dari Sartika juga menceritakan bahwa di Papua saja tidak semahal itu. " Di Papua saja ga sampe segitu, positif thinking saja, ayamnya dibeli dari Papua, ongkirnya lagi," ujar Akun Sartika menghibur.
Sementara akun Harianto Simarmata memberikan masukan agar pemerintah setempat ambil inisiatif buatkan semacam Perda.
"Perlu mau nya ditindak orang-orang (Pengusaha Kuliner) seperti ini, itu namanya pemerasan. Buat malu daerah kab Dairi saja, malas orang berkunjung kalau seperti ini. Harusnya dibuat Perda setiap rumah makan menyediakan menu beserta harga nya, sehingga tidak ada yg dirugikan," ujar Simarmata.
Ketika media ini mencoba menghubungi pemilik Rumah Makan Malau, tidak bisa, tapi media memperoleh nomor kontak anak pengusaha bernama Lambok Mlau tersebut mengklarifikasi, bahwa mereka makan jumlah 10 orang, dan kejadian awal tahun baru dimana harga bahan pokok meningkat.
"Benar memang pak, harga bahan pokok meningkat saat itu, jadi harga naik," ujar Lambok.
Ia juga menceritakan bahwa usaha ibunya sudah berjalan puluhan tahun, dan membayar pajak ke pemerintah. Namun ia mengakui saat itu warung tersebut tidak memiliki daftar menu.
Seperti yang dituliskan pembuat video, awalnya perseteruan bermula ketika pengunjung selesai makan dan mau bayar, alangkah terkejutnya mereka ketika harga 2 ekor ayam senilai 800 ribu, sontak mereka tidak terima dan sempat bilang ini bukan hotel. Lantas si penjual malah dengan arogannya menjawab kalau gak mau jangan makan disini.
"Siap-siap aja kak diperas, nggak logika, kami nggak terima, memang sudah dimakan tapi gak kek gitu caranya," ujar pengunjung sambil mengumpulkan uang untuk membayar makanan.
Didepan meja kasir, pengunjung mempertanyakan ayam apa yang mereka makan. "Memang segitu harganya, ayam kampung, kalau gak mau makan ya sudah" kata kasir.
Pengunjung kemudian merasa kesal, pulang. "Hati-hati makan disini, ga wajar, kita makan ayam bukan makan emas," kata ibu pengunjung.
Hingga hari ini, video tersebut telah ditonton 64ribu kali dan ratusan komentar penonton akun tersebut.
Selanjutnya, ia juga memposting struk pembayaran makanan di warung tersebut dengan total tagihan sebesar Rp8025000,- cuci tangan dihargai Rp50.000.
Salah satu akun Mauli menceritakan bahwa 3 tahun yang lalu ia juga kena 1 ekor ayam kampung dibanderol 460 rb.
Komentar lainnya dari Sartika juga menceritakan bahwa di Papua saja tidak semahal itu. " Di Papua saja ga sampe segitu, positif thinking saja, ayamnya dibeli dari Papua, ongkirnya lagi," ujar Akun Sartika menghibur.
Sementara akun Harianto Simarmata memberikan masukan agar pemerintah setempat ambil inisiatif buatkan semacam Perda.
"Perlu mau nya ditindak orang-orang (Pengusaha Kuliner) seperti ini, itu namanya pemerasan. Buat malu daerah kab Dairi saja, malas orang berkunjung kalau seperti ini. Harusnya dibuat Perda setiap rumah makan menyediakan menu beserta harga nya, sehingga tidak ada yg dirugikan," ujar Simarmata.
Ketika media ini mencoba menghubungi pemilik Rumah Makan Malau, tidak bisa, tapi media memperoleh nomor kontak anak pengusaha bernama Lambok Mlau tersebut mengklarifikasi, bahwa mereka makan jumlah 10 orang, dan kejadian awal tahun baru dimana harga bahan pokok meningkat.
"Benar memang pak, harga bahan pokok meningkat saat itu, jadi harga naik," ujar Lambok.
Ia juga menceritakan bahwa usaha ibunya sudah berjalan puluhan tahun, dan membayar pajak ke pemerintah. Namun ia mengakui saat itu warung tersebut tidak memiliki daftar menu.
Berikut daftar harga struk yang diapload
- Ayam (Manuk Jabbe, Batak-red) (2x @Rp400.000)
- Nasi Panas (Indahan Nalas,Batak-Red) (10x @Rp100.000)
- Cuci Tangan (Parburian, Batak-Red) (10x @Rp 50.000)
- Teh Manis (Aek Natonggi, Batak-red) (10x @Rp100.000)
- Nira Manis (Tuak Natonggi, Batak-red) (10x @Rp200.000)
- Sambal (Sambal Tuktuk, Batak-red) (1 @Rp100.000)
- Pete (Pote, Batak-red) (10x @Rp100.000)
Dengan pesanan makanan di atas itu, total semua Rp 950.000 di diskon 15 persen Rp142500 sehingga dibayar Rp802.500,-
Setelah foto ini viral, banyak warganet yang memberikan komentar miring.
- Ayam (Manuk Jabbe, Batak-red) (2x @Rp400.000)
- Nasi Panas (Indahan Nalas,Batak-Red) (10x @Rp100.000)
- Cuci Tangan (Parburian, Batak-Red) (10x @Rp 50.000)
- Teh Manis (Aek Natonggi, Batak-red) (10x @Rp100.000)
- Nira Manis (Tuak Natonggi, Batak-red) (10x @Rp200.000)
- Sambal (Sambal Tuktuk, Batak-red) (1 @Rp100.000)
- Pete (Pote, Batak-red) (10x @Rp100.000)
Dengan pesanan makanan di atas itu, total semua Rp 950.000 di diskon 15 persen Rp142500 sehingga dibayar Rp802.500,-
Setelah foto ini viral, banyak warganet yang memberikan komentar miring.
No comments
Post a Comment