Belakangan ini di media sosial viral berita yang menunjukkan seorang mahasiswa dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang meninggal setelah lembur mengerjakan skripsi dalam waktu tujuh hari tujuh malam. Seperti apa kronologis dari kasus ini?
Mahasiswa ITB Meninggal Saat Mengerjakan Skripsi
Miming Miharja, Wakil Rektor di bidang Administrasi Umum, Alumni, dan Komunikasi ITB menyebut korban adalah mahasiswa yang belajar di jurusan Rekayasa Kehutanan, Fakultas Sekolah Ilmu dan Teknik Hayati. Berdasarkan keterangan dari orang tua mahasiswa tersebut, korban memang menderita masalah kesehatan saat sedang disibukkan dengan skripsinya.
“Kondisinya memang tidak dikehendaki. Saat sibuk skripsi, almarhum juga sakit. Kondisinya semakin melemah dan saat itu di fase akhir beban tugasnya cenderung meningkat,” terang Miming.
Miming menyebut korban memang dikenal memiliki nilai yang cukup baik. Ia memiliki target untuk lulus tepat waktu sehingga memaksakan diri terus mengerjakan skripsi meski kondisi badannya sedang sakit.
“Inginnya lulus tepat waktu. Sepertinya ada target untuk lulus di bulan tertentu dan Dia sangat mengejarnya,” lanjut Miming.
Sebelum meninggal, korban diketahui sudah dalam kondisi lulus dan tinggal menunggu wisuda saja. Sayangnya, ia harus dirawat di rumah sakit hingga akhirnya meninggal dunia.
Berdasarkan kisah yang viral di media sosial, saat dirawat di rumah sakit, dokter awalnya menduga korban mengidap anemia atau tipus karena sempat mengalami demam tinggi. Dokter juga sempat menduga adanya masalah kesehatan lain seperti penyakit ginjal, demam berdarah dengue, radang paru-paru, gangguan kelenjar tiroid, atau thalassemia. Hanya saja, semua dugaan ini tak terbukti.
Belum jelas penyakit apa yang diderita korban hingga akhirnya meninggal dunia. Satu hal yang pasti, sebaiknya memang kita tidak memaksakan diri berlebihan demi menjaga kondisi kesehatan dan mencegah datangnya penyakit.
Dampak yang Terjadi Jika Tidak Tidur Beberapa Hari
Meskipun kita harus menyelesaikan berbagai macam tugas, bukan berarti kita harus melewatkan waktu tidur atau beristirahat. Bisa jadi kita akan mengalami datangnya masalah kesehatan yang tidak bisa disepelekan.
Penelitian pun dilakukan oleh pakar kesehatan dari Stanford University, Amerika Serikat, bernama William Dement untuk mengetahui seperti apa dampak dari tidak tidur selama beberapa hari. Dement meminta remaja berusia 17 tahun bernama Randy Gardner untuk tidak tidur sama sekali dalam kurun waktu 11 hari atau total selama 264 jam.
Gardner memang tidak sampai mengalami kematian meski tidak tidur selama itu, namun hasil dari perekaman aktivitas otaknya menunjukkan bahwa kurang tidur memang bisa memberikan dampak kesehatan yang tidak bisa disepelekan.
Di hari ketiga saat Gardner sudah tidak lagi tidur, ia mulai mengalami perubahan suasana hati menjadi lebih murung. Koordinasi tubuhnya juga semakin memburuk. Bahkan, inderanya juga terus mengalami penurunan fungsi. Sebagai contoh, hidungnya tak lagi bisa mencium aroma apapun.
Di hari kelima, Gardner bahkan mulai mengalami halusinasi dan seperti mengalami mimpi. Padahal, yang ia lihat adalah dunia nyata. Hal ini ternyata disebabkan oleh beberapa bagian otaknya yang sudah berhenti berfungsi.
Ada Mekanisme Khusus Tubuh untuk Mengatasi Tidak Tidur Selama Beberapa Hari
Tubuh memiliki mekanisme tersendiri demi mengatasi masalah kurang tidur, yakni dengan melakukan mikrosleep, tidur selama beberapa detik demi membuat otak beristirahat. Meski sebentar, hal ini bisa setidaknya memulihkan fungsi otak. Masalahnya adalah mikrosleep bisa saja menyebabkan kecelakaan, apalagi jika hal ini terjadi saat kita sedang melakukan aktivitas atau berkendara.
Sumber:
- McRae, Mike. 2018. Can You Actually Die From a Lack of Sleep? Here’s What Science Says.sciencealert.com/health-risks-death-from-sleep-deprivation. (Diakses pada 29 November 2019).
No comments
Post a Comment